Ilmuwan meneliti peran sikap bersyukur atau berterima
kasih. Bersyukur, selain menyehatkan jiwa-raga, juga
mendorong terjalin dan terbinanya persahabatan antar
manusia
Hidayatullah.com--Sikap berterima kasih atau bersyukur
mendorong terjalin dan terbinanya persahabatan antar
manusia. Inilah kesimpulan S.B. Alqoe dkk. asal
University of Virginia, Amerika Serikat (AS). Hasil
penelitiannya dimuat di jurnal ilmiah Emotion, edisi Juni
2008 dengan judul “Beyond reciprocity: gratitude and
relationships in everyday life” (Lebih dari sekedar
hubungan timbal balik: sikap bersyukur dan persahabatan
dalam hidup keseharian).
Dalam karya ilmiah itu para ilmuwan meneliti peran sikap
bersyukur atau berterima kasih yang muncul secara alamiah
dalam perkumpulan mahasiswa di perguruan tinggi selama
acara “pekan pemberian hadiah” dari anggota lama kepada
anggota baru. Para anggota baru mencatat tanggapan atas
manfaat yang mereka dapatkan selama pekan tersebut.
Di akhir pekan itu, dan satu bulan kemudian, anggota lama
dan anggota baru menilai keadaan persahabatan dan
hubungan di antara mereka. Kesimpulannya, rasa terima
kasih atas pemberian hadiah berpeluang memicu
terbentuknya dan terpeliharanya persahabatan di antara
mereka.
Aneka manfaat syukur
Selain jalinan persahabatan yang baik, sikap bersyukur
kini terbukti secara ilmiah memicu pula aneka manfaat
lain. Di antaranya manfaat kesehatan jasmani, ruhani dan
kehidupan bermasyarakat yang lebih baik. Tidak heran jika
“gratitude research” atau “penelitian tentang sikap
bersyukur” menjadi salah satu bidang yang banyak diteliti
ilmuwan abad ke-21 ini.
Profesor psikologi asal University of California, Davis,
AS, Robert Emmons, sekaligus pakar terkemuka di bidang
penelitian “sikap bersyukur”, telah memperlihatkan bahwa
dengan setiap hari mencatat rasa syukur atas kebaikan
yang diterima, orang menjadi lebih teratur berolah raga,
lebih sedikit mengeluhkan gejala penyakit, dan merasa
secara keseluruhan hidupnya lebih baik.
Dibandingkan dengan mereka yang suka berkeluh kesah
setiap hari, orang yang mencatat daftar alasan yang
membuat mereka berterima kasih juga merasa bersikap lebih
menyayangi, memaafkan, gembira, bersemangat dan
berpengharapan baik mengenai masa depan mereka. Di
samping itu, keluarga dan rekan mereka melaporkan bahwa
kalangan yang bersyukur tersebut tampak lebih bahagia dan
lebih menyenangkan ketika bergaul.
Tak tersentuh sebelumnya
Dulu, sikap bersyukur atau berterima kasih sama sekali
tidak terjamah dalam kajian ilmuwan psikologi tatkala
profesor Emmons mulai mengkajinya di tahun 1998.
Penelitian pertama prof Emmons melibatkan para mahasiswa
kuliah psikologi kesehatan di universitasnya.
Saat itu sang profesor mewajibkan sebagian dari para
mahasiswa tersebut untuk menuliskan lima hal yang
menjadikan mereka bersyukur setiap hari. Sedangkan
mahasiswa selebihnya diminta mencatat lima hal yang
menjadikan mereka berkeluh kesah. Tiga pekan kemudian,
mahasiswa yang bersyukur memberitahukan adanya
peningkatan dalam hal kesehatan jiwa-raga dan semakin
membaiknya hubungan kemasyarakatan dibandingkan rekan
mereka yang suka menggerutu.
Di tahun-tahun berikutnya, profesor Emmons melakukan
aneka penelitian yang melibatkan beragam kondisi manusia,
termasuk pasien penerima organ cangkok, orang dewasa yang
menderita penyakit otot-saraf dan murid kelas lima SD
yang sehat. Di semua kelompok manusia ini, hasilnya sama:
orang yang memiliki catatan harian tentang ungkapan rasa
syukurnya mengalami perbaikan kualitas hidupnya.
Dampak latihan bersyukur
Melalui latihan, perasaan bersyukur dapat dibiasakan
dalam diri seseorang. Pelatihan sengaja untuk menanamkan
rasa syukur ini ternyata membawa dampak positif dalam
beragam sisi kehidupan.
Dalam penelitian menggunakan metoda membandingkan,
ditemukan bahwa mereka yang menuliskan rasa syukurnya
setiap pekan mendapatkan manfaat jasmani-ruhani yang
lebih baik dibandingkan mereka yang terbiasa mencatat
peristiwa menjengkelkan dan kejadian yang biasa-biasa
saja. Di antara manfaat ini adalah olah raga yang lebih
teratur, lebih sedikit mengeluhkan gejala penyakit badan,
merasa hidupnya secara keseluruhan lebih baik, dan
berpengharapan lebih baik di minggu mendatang.
Manfaat lain sikap berterima kasih tampak pada
keberhasilan dalam mewujudkan cita-cita. Dibandingkan
dengan orang-orang yang bersikap sebaliknya, mereka yang
senantiasa memiliki daftar ungkapan rasa syukur lebih
cenderung mengalami kemajuan dalam pencapaian cita-cita
mereka. Cita-cita ini dapat berupa prestasi akademis,
hubungan antar-sesama dan kondisi kesehatan.
Penelitian lain dilakukan dengan melatih pembiasaan sikap
bersyukur setiap hari pada diri sendiri. Kondisi positif
seperti: waspada, bersemangat, tabah, penuh perhatian,
dan daya hidup pada orang muda dewasa meningkat akibat
pembiasaan sikap bersyukur. Perbaikan kondisi sebaik ini
tidak dijumpai pada orang yang dilatih bersikap
menggerutu atau pada orang yang menganggap dirinya lebih
sejahtera dibanding orang lain.
Selain itu, mereka yang memiliki rasa syukur setiap hari
lebih memiliki jiwa sosial yang lebih baik dibandingkan
mereka yang suka berkeluh kesah dan suka menganggap orang
lain kurang beruntung. Golongan yang pertama tersebut
cenderung menolong seseorang yang memiliki masalah
pribadi, atau telah membantu dukungan semangat kepada
orang lain.
Pasien pun tak luput dari penelitian seputar sikap
bersyukur ini. Dengan melibatkan sejumlah orang dewasa
pengidap penyakit otot-saraf, pelatihan membiasakan sikap
bersyukur berdampak baik pada pasien tersebut. Di
antaranya adalah kualitas dan lama tidur yang lebih baik,
lebih optimis dalam menilai kehidupan, lebih eratnya
perasaan persahabatan dengan orang lain, serta suasana
hati tenteram yang lebih sering dibandingkan dengan
mereka yang tidak dilatih bersikap syukur.
Ketika syukur menjadi kebiasaan
Insan yang bersyukur menyatakan diri mereka merasakan
tingginya perasaan positif, kepuasan hidup, semangat
hidup, dan pengharapan baik di masa depan. Mereka juga
mengalami kemurungan dan tekanan batin dengan kadar
rendah.
Kalangan yang memiliki kebiasaan kuat dalam bersyukur
atau berterima kasih memiliki kemampuan menyelami jiwa
orang lain dan mengambil sudut pandang orang lain. Mereka
ditengarai lebih dermawan dan lebih ringan tangan oleh
orang-orang di jalinan persahabatan mereka.
Terdapat pula kaitan antara kerohanian seseorang dengan
sikap bersyukur. Kecenderungan bersyukur lebih banyak
dilakukan mereka yang secara teratur menghadiri acara
keagamaan dan terlibat dalam kegiatan keagamaan seperti
berdoa atau sembahyang dengan membaca bacaan relijius
berkali-kali. Kaum yang bersyukur lebih cenderung
mengakui keyakinan akan keterkaitan seluruh kehidupan,
serta rasa ikatan dan tanggung jawab terhadap orang lain.
Pribadi-pribadi yang bersyukur dilaporkan memiliki sifat
materialistis yang rendah. Mereka tidak begitu menaruh
perhatian penting pada hal-hal yang bersifat materi.
Mereka cenderung tidak menilai keberhasilan atau
keberuntungan diri mereka sendiri dan orang lain dari
jumlah harta benda yang mereka kumpulkan.
Dibandingkan dengan kaum yang kurang berterima kasih,
kalangan yang bersyukur cenderung bukan berwatak
pendengki terhadap kaum kaya, dan bersikap mudah
memberikan apa yang mereka punya kepada orang lain.
Nikmat bertambah
Profesor Emmons menuangkan hasil-hasil temuan ilmiahnya
itu dalam buku terkenalnya “Thanks! How the New Science
of Gratitude Can Make You Happier” (Terima kasih!
Bagaimana Ilmu Baru tentang Bersyukur Dapat Menjadikan
Anda Lebih Bahagia) yang terbit tahun lalu. Buku ini
memaparkan pula 10 kiat untuk menanamkan rasa syukur
sepanjang tahun demi mendapatkan nikmat karunia yang
bermanfaat dalam kehidupan.
Temuan ilmiah tentang syukur ini mengukuhkan risalah
ilahiah bahwa syukur adalah akhlak mulia yang mesti ada
dalam diri manusia. Sebab, syukur memicu bertambah nikmat
hidup seseorang:
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat)
kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
pasti azab-Ku sangat berat. (Al Quran, Ibrahim, 14:7).
[emotion/cr/www.hidayatullah.com]
No comments:
Post a Comment